Total Pageviews

Wednesday, January 18, 2012

K-Pop Siap ‘Go International’?


2NE1 (Foto: Terence Tan/AP Photo)
Virus K-pop memang mulai meluas ke mana-mana, tetapi apakah K-pop sebenarnya siap menyebarluas ke mancanegara?

Dari segi musik, K-pop memang mulai merekrut produser dan penulis lagu Barat, seperti yang dilakukan JYJ dengan menggamit Kanye West. Atau proyek kolaborasi Girl’s Generation bersama Teddy Riley.

Dari segi pencitraan, para artis K-pop juga tidak kalah dengan artis Barat. Jeremy Scott, desainer Amerika yang melejitkan konsep emas dalam produk Adidas, pernah mendandani Wonder Girls, Lee Hyori, SHINee, Big Bang, dan 2NE1. Kabarnya, malah Jeremy Scott bersahabatan dengan CL, ketua 2NE1.

Dengan paduan dua hal itu, seharusnya K-pop tidak lagi menjadi musik favorit beberapa kalangan saja. Namun, setelah beberapa kali datang ke konser K-pop, saya merasa ada hal lagi yang kurang.

Yang utama adalah kesulitan dalam bahasa Inggris atau Jepang. Tanpa kemampuan menguasai berbagai bahasa ini, K-pop akan sulit menembus penikmat musik awam. 

Dan ini bukan tidak disadari oleh manajemen artis. Beberapa idola K-pop kini dituntut menyanyi dalam bahasa selain Korea dalam rangka merintis perjalanan menembus pasar global. Sebagai contoh, SM Entertainment sengaja mengirim BoA dan Sooyoung (Girl’s Generation) untuk sekolah ke Jepang. Sedangkan Siwon dan Hyoyeon (Girl’s Generation) ke Cina.

Wonder Girls adalah contoh lain. Mereka tinggal bersama guru bahasa Inggris selama setahun saat bermukim di Amerika. Setiap hari mereka diharuskan menulis catatan harian dan menghafal 500 kata setiap minggu. Begitu pula CN Blue, yang empat kali seminggu belajar bahasa Jepang sejak tahun 2009.

Trik lain adalah memasukkan anggota yang menghabiskan masa kecilnya di luar negeri atau malah mencari anggota dari negara lain.

Ini terjadi pada anggota f(x). Amber adalah warga Amerika keturunan Cina. Ayah-ibunya berimigrasi dari Taiwan. Victoria ditemukan saat SM melakukan audisi di Cina. Sedangkan Krystal menghabiskan masa kecil di Amerika.

Namun, sekadar menguasai bahasa tidaklah cukup . Penjiwaan atau penguasaan bahasa sehingga emosi pun terekspresikan adalah faktor lain yang membuat musik K-pop ini kesulitan menjadi musik konsumsi massal. 

Baru-baru ini Wonder Girls, yang memang oleh JYP dilatih untuk menembus pasar Amerika, mengeluarkan single berbahasa Inggris “The DJ Is Mine”. Secara kuping, pengucapan bahasa Inggris Sohee dan kawan-kawan memang sudah benar. Tidak belepotan seperti ketika Se7en atau BoA mencoba menembus pasar yang sama.

Namun, penjiwaan lagu masih jauh sekali untuk dirasakan. Entah kenapa JYP memadukan Wonder Girls dengan girlband yang berbahasa Inggris lancar, School Gyrls. Entah kenapa kegagalan Se7en dan BoA pun seperti terulang lagi.

Untuk menembus pasar global, selain faktor keberuntungan, penguasaan bahasa sebagai alat penghubung dan pembuka jalan memang harus dikuasai dengan matang. Sementara musik atau lagu adalah alat mengekspresikan emosi. Penguasaan bahasa yang baik akan tercipta penjiwaan lagu. Jika emosi terekam dalam lagu, pendengar musik awam bisa merasakan tanpa harus mengerti lirik.

Formula sederhana sebenarnya. Manajemen artis di belakang K-pop ini seharusnya sudah belajar dari cara mereka menaklukan pasar musik Jepang. Hanya boyband/girlband yang fasih bahasa Jepang menguasai Oricon/RIAJ (Chart sekelas Billboard) seperti BoA dan DBSK.

Ketika para artis K-pop itu—seperti Big Bang dan CN Blue—mencoba menembus pasar dengan lagu-lagu berbahasa Inggris, pasar lokal sulit pasar lokal menerima mereka. Sebab, artis-artis Barat jelas lebih bisa emosional menyanyikan lagu  dalam bahasa ibu mereka.

No comments:

Post a Comment